Awalan

Kemandirian industri lokal menjadi terasing dengan stigma kekayaan Migas & Tambang batu bara yang memang menjadi keunggulan ekonomi komparatif bagi Kaltim Pola investasi asing yang diharapkan akan mampu membangun ekonomi Kaltim, ternyata tidak secara signifikan melakukan proses alih teknologi di daerah. Dominasi korporasi asing-pun masih sangat dominan dalam mengelola kekayaan alam Kaltim. Kontribusi yang diberikan oleh perusahaan-perusahaan asing tersebut terhadap daerah memang besar terhadap pendapatan kas daerah, namun bukankah akan jauh lebih besar jika asset dan kekayaan daerah kita, mampu dekelola sendiri secara mandiri?. Inilah yang menjadi problem pembangunan Kaltim, terkhusus bidang ekonomi yang harus kita jawab secara bersama-sama, baik pemerintah maupun masyarakat.
Kekayaan alam Kaltim memang bisa dikatakan melimpah, terutama disektor Tambang minyak dan gas, namun itu semua tidak berarti apa-apa saat ini. Kalimantan Timur hari ini masih indentik dengan kemiskinan, ketertinggalan dan keterbelakangan dihampir semua bidang dibandingkan daerah-daerah lain yang ada di Indonesia. Angka kemiskinan yang ada di Kalimantan Timur berdasarkan survey dari Badan Pusat Statistik (BPS) Hingga bulan Maret 2009, adalah sebesar 239.220 jiwa, atau 7,73 persen dari total jumlah penduduk. Ini merupakan angka yang masih terlalu besar, apalagi jika kita menggunakan standar perhitungan internasional tentang kategori orang miskin (orang yang berpendapatan di bawah 2 Dollar), maka tentu saja angka statistik tersebut di atas akan berpuluh kali lipat jauh lebih memprihatinkan.
Potret Industri Kaltim
Sektor industri lokal di Kalimantan Timur sampai hari ini belum memberikan kontribusi yang begitu signifikan terhadap pembangunan ekonomi daerah. Hal itu dikarenakan sektor industri kita sangat lemah baik itu dalam hal teknologi, kapasitas produksi dan kemampuannya untuk bersaing dengan industri asing. Disamping itu, sektor industri lokal Kaltim juga tidak memiliki platform kerakyatan, yakni sebagai penopang utama bagi kesejahteraan rakyat, melainkan berplatform kapitalism atau ambil untung saja tanpa pertimbangan pembangunan segala bidang yang berkelanjutan (suistanable Development).
Kekayaan alam Kaltim, terutama disektor tambang minyak, batu bara dan gas, tidak mampu dimanfaatkan secara optimal oleh industri lokal. Malah perusahaan-perusahaan asinglah-lah yang memanfaatkannya melalui TNC-MNC, yang banyak melakukan eksploitasi terhadap kekayaan alam Kaltim yang tentu saja hasil dan keuntungannya tidak sepenuhnya untuk kepentingan rakyat Kaltim sendiri, melainkan Negara-negara maju pemilik peusahaan-perusahaan tersebut.
Sejak zaman Orde Baru, strategi pembangunan ekonomi yang digunakan sama sekali tidak menyesuaikan diri dengan formulasi kebutuhan pokok masyarakat. Deretan panjang industri yang dikembangkan, mulai dari otomotif, persenjataan hingga pesawat terbang, memperlihatkan betapa terobsesinya kita mengikuti Negara-negara maju yang jauh lebih berkembang. Rata-rata industry yang dikembangkan dizaman Orde Baru, sama sekali tidak sesuai dengan kebutuhan pokok masyarakat pada umumnya. Kenapa bukan industri pemecah kemiri, atau peningkatan produksifitas teknologi pertanian yang lebih kita fokuskan, yang notabene memang telah menjadi problem utama masyarakat kita?.
Jika ditarik pada konteks ekonomi Kaltim, maka dapat dipastikan bahwa hasil-hasil produksi Migas dan Batu Bara juga tidak secara utuh akan dikonsumsi masyarakat. Batu bara, gas alam, minyak dll, toh pada akhirnya menjadi komoditas ekspor bagi daerah/Negara lain. Secara umum, Kaltim hanya akan mendapatkan sokongan modal dari hasil pemasaran produksi Migas tersebut. Kaltim secara umum, belum mampu mengembangankan industry modern yang berbasis pada kepentingan rakyat, walhasil, dominasi perusahaan-perusahaan asing yang mengekspolitasi sector tambang minyak, gas dan batu bara di Kaltim, terus memimpin dan mengambil alih perkembangan roda industri di Kalimantan Timur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar