
Terakhir, bersama rombongan dari Komnas HAM pada Senin, 9 November 2009. media tak ketinggalan kami undang guna menyaksikan pertemuan para pengungsi dengan komisioner HAM, Bpk Nurkholis.Kondisi dalam kapal demikian menyedihkan. Pengap bukan main dan bau. Dihuni ratusan orang yang jarang mandi dalam waktu berbulan-bulan, Anda bisa bayangkan sendiri bagaimana rasanya!
Kenapa mereka tidak keluar saja dari kapal dan tinggal di tempat yang disediakan pemerintah Indonesia? Jawabnya singkat saja, mereka takut dideportasi kembali ke Srilanka yang artinya menemui ajal sendiri atau minimal masuk bui. Gelombang pengungsi dari Srilanka, terutama dari bangsa Tamil, memang merupakan hasil serangan militer besar-besaran pemerintah Srilanka terhadap pemberontak Macan Tamil. Pimpinan pemberontak berhasil dibunuh yang menyebabkan kawanan pemberontak kocar-kacir. Situasi ini mengimbas pada rakyat sipil Tamil yang banyak terancam nyawanya. Gelombang pengungsi mengalir baik di Srilanka sendiri maupun kemudian yang memutuskan mencari suaka ke negeri asing.
Dalam posisi ini, sikap dan keinginan 255 pengungsi Tamil di Merak patut dipahami.Minggu, 15 November 2009 rombongan PRP-KASBI kembali mengunjungi Merak dengan sejumlah kepentingan. Pertama, menyampaikan bantuan dan sumbangan barang-barang yang mereka butuhkan namun tidak disediakan IOM (Internasional Organization for Migration). Di antaranya cermin dan sisir, kartu perdana dan sejumlah uang rupiah yang ditukar dengan uang dollar yang mereka miliki.Kedua, sekaligus menanyakan kebutuhan-kebutuhan apalagi yang mereka inginkan tapi tak diakomodasi oleh IOM. Kebetulan melalui facebook, sejumlah pihak telah memberikan sumbangan alakadarnya yang bisa membantu kebutuhan pencari suaka.Namun, kedatangan kami ditolak oleh aparat angkatan laut yang berjaga di sana. Beberapa hari semenjak kehadiran kami bersama Komnas HAM, kami mendapat kabar media memang tidak diperbolehkan lagi meliput pengungsi. Tapi kami tidak mengira kalau larangan itu juga mengarah pada masyarakat sipil yang ingin membantu sedikit-sedikit.Kami melihat tenda IOM kosong dan pindah ke luar area pelabuhan Indah Kiat. Genset untuk mensuplai kebutuhan listrik pengungsi juga tidak ada dan ternyata ikut dipindahkan ke lokasi baru IOM yang berjarak cukup jauh.
Sehari sebelumnya (Sabtu, 14 November) ternyata ada insiden yang serius: Kondisi fisik para pengungsi yang terus menurun dan berlarut-larutnya waktu yang dimainkan oleh otoritas Indonesia, menyebabkan tumbangnya satu orang perempuan di antara pengungsi itu. Kepanikan dan ketegangan terjadi lantaran pihak International Organization of Migration (IOM) tidak bersedia membantu naik mengobati di atas kapal, sementara kondisi si perempuan semakin tak menentu. Pada akhirnya memang ada respon yang bersifat menengahi dari pihak Angkatan Laut, yang mengangkut si perempuan ke RS Krakatau Steel.
Hujan deras yang kerap menerpa dalam beberapa hari terakhir kian menyulitkan kondisi pengungsi, terutama anak-anak dan perempuan. Kapal itu hanya menggunakan atap terpal yang sudah sobek-sobek dan tidak menutupi semua ruangan. Anak-anak mudah terkena diare dan demam. Kelaparan kerap menimpa karena akomodasi yang diantar oleh angkatan laut (IOM tidak berani mengantar makanan sendiri karena takut diancam) sering terlambat.
Jika kondisi de facto ini dibiarkan, kami khawatir akan terjadi insiden lanjutan yang mengakibatkan situasi yang semua tidak menginginkannya. Kami khawatir, cepat atau lambat, tragedi kemanusiaan akan menimpa mereka dan sekaligus mencoreng muka Negara ini di hadapan komunitas internasional karena tidak becus mengurusi pengungsi.
*catatan soemantrie
*catatan soemantrie
Tidak ada komentar:
Posting Komentar